Kejadian ini saya alami sendiri, saat kejadian gempa bumi di Jogjakarta 27 Mei 2006. Dimana pada Kabupaten Bantul yang mengalami kerusakan yang paling parah, dan hanya sedikit rumah yang mampu bertahan. Rumah dengan konstruksi tanah merah dan kapur banyak yang roboh. Yang kebanyakan adalah rumah yang sudah udzur dan telah di wariskan beberapa kali dari leluhurnya, :D.
Rumah dengan konstruksi penyangga utama dari bambu mampu bertahan, sifat bambu yang memiliki regangan yang cukup besar. Bahan bambu merupakan bahan yang cukup elastis sehingga mampu menyerap gaya gempa yang berarah secara horisontal dan vertikal. Joint (pertemuan antara kolom dan balok) yang biasanya diikat dengan tali ijuk cukup kuat untuk mentransfer gaya gaya yang bekerja saat terjadi gempa. Berbeda dengan rumah dengan struktur dinding batu bata, yang memiliki kuat tekan yang lebih tinggi, tetapi bahan ini getas dan mudah patah. Dinding bata tidak mempunyai ketahanan terhadap tarik. Padahal apabila gaya bekerja, gaya tarik pasti akan bekerja pada struktur tersebut. Apalagi dalam bangunan rumah rumah lama tidak diikat dengan kolom praktis, balok sloof, dan ringbalk.
Rumah dengan konstruksi penyangga utama dari bambu mampu bertahan, sifat bambu yang memiliki regangan yang cukup besar. Bahan bambu merupakan bahan yang cukup elastis sehingga mampu menyerap gaya gempa yang berarah secara horisontal dan vertikal. Joint (pertemuan antara kolom dan balok) yang biasanya diikat dengan tali ijuk cukup kuat untuk mentransfer gaya gaya yang bekerja saat terjadi gempa. Berbeda dengan rumah dengan struktur dinding batu bata, yang memiliki kuat tekan yang lebih tinggi, tetapi bahan ini getas dan mudah patah. Dinding bata tidak mempunyai ketahanan terhadap tarik. Padahal apabila gaya bekerja, gaya tarik pasti akan bekerja pada struktur tersebut. Apalagi dalam bangunan rumah rumah lama tidak diikat dengan kolom praktis, balok sloof, dan ringbalk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar